Langkah dan kebijakan Diskominfo Kota Bitung, kata Lalengke, yang mengakomodir kerja sama dengan setiap media yang ada di Kota Bitung tanpa adanya diskriminasi, asalkan memenuhi syarat sebagaimana ketentuan perundangan yang ada sudah benar dan tepat. “UKW dan verifikasi media itu adalah produknya DP, yang hanya mengikat secara internal, berlaku bagi konstituen DP, tidak berlaku untuk entitas lain di luar DP.
Tidak ada satu pasal pun atau ayat dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers yang menyinggung dan/atau menyebutkan bahwa DP berwenang mengatur media dan kerja sama dengan pihak lain.
Seluruh materi dalam UU Pers itu berbicara tentang kemerdekaan dan kebebasan pers. Kalau ada materi lain, hanya tentang cara penyelesaian sengketa pers. Lain dari itu, semisal kerja sama dengan Pemda, tidak diatur sama sekali. DP juga tidak diberi kewenangan membuat aturan turunan UU Pers tersebut,” beber alumni PPRA ke 48 Lemhanas Republik Indonesia tahun 2012 tersebut.
Menurutnya, payung hukum buat media yang akan melakukan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Pemerintah Daerah merujuk pada UU Pers Nomor 40 tahun 1999 dan peraturan perundangan lainnya yang terkait dengan usaha dan perekonomian. Yang terpenting adalah kelengkapan dokumen legalitas setiap media sebagai badan hukum sebagaimana dimaksud oleh UU Pers.
“Apa syarat pendirian sebuah usaha di bidang media, punya akta pendirian badan hukum, antara lain CV, PT, atau Yayasan, Ormas, dan bentuk badan hukum lainnya dan disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Juga perlu memiliki NPWP, rekening koran, komposisi keredaksian dan wartawan yang memenuhi standar kualifikasi sebagai jurnalis,” jelas pria yang akrab disapa Shony ini.