Okupansi Hotel di Kawasan Tuk-tuk Turun, Ini Penyebabnya.

oleh
oleh

Samosir | Kontroversinews.-Data Dinas Pariwisata Kabupaten Samosir, 70% dari sekitar 110 jumlah Hotel di seluruh Samosir berada di kawasan objek wisata Tuk-tuk, Kelurahan Tuk-tuk Siadong, Kecamatan Simanindo. Dikarenakan wisata lesu, okupansi (tingkat keterisian kamar) hotel kini mengalami penurunan.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) Kabupaten Samosir, Annette Horschmann Siallagan, Sabtu 16/3/19 di Tabo Cottage, dengan 18 member hotel, saat ini okupansi hotel di kawasan objek wisata Tuk-tuk, turun.

“Sekarang memang lagi turun. Untuk menaikkan okupansi, kita sedang mencoba lebih kepada strategi promosi dan paket wisata, serta tetap melakukan inovasi sesuai kebutuhan tamu. Tentunya, juga dengan pelayanan yang baik,” ucap Annette.

Ia juga menyampaikan, hal wajar di bulan-bulan seperti ini sepi. Dan untuk menunjang tingkat pengunjung, ternyata konsep joging track cukup bagus, didukung dengan upaya penghijauan. “Konsep penyediaan jogging track, bagus. Kita sedang memikirkan kesitu,” kata Annette.

Menyikapi hal itu, Dinas Pariwisata Kabupaten Samosir melalui Kepala Bidang Pengendalian Usaha Pariwisata, Robintang E Naibaho, ketika dihubungi kontroversinews, menyampaikan, itu terjadi karena persoalan harga dan tren pengunjung saat ini, datang dan langsung pulang.

Dijelaskan, berdasarkan hasil survei dari sebanyak 378.000 jumlah pengunjung ditahun 2018, kebanyakan mempersoalkan harga yang tidak sesuai dengan apa yang dinikmati, padahal harga cukup mahal dibandingkan dengan daerah lain.

“Dari hasil survei kita 2018, banyak pengunjung yang mengeluhkan harga yang terlalu mahal. Harga mencapai Rp 450.000 per malam, namun tidak sesuai dengan fasilitas yang diterima di hotel itu, misalnya ketersediaan serapan pagi. Ini salah satu faktor yang membuat pengunjung tidak lagi berminat untuk menginap di hotel pada kawasan tertentu. Juga, tren pengunjung saat ini hanya satu hari. Datang pagi, pulang sore,” kata Robintang.

Namun kata Robintang, bicara secara global, pengunjung Samosir saat ini tidak mengalami penurunan. Dan bicara kawasan Tuk-tuk, hal itu terjadi juga disebabkan minimnya ketersediaan makanan atau kuliner nusantara atau nasional.

“Tidak banyak yang ditawarkan di daerah Tuk-tuk makanan-makanan nusantara. Itu juga salah satu faktor utama. Jadi sudah lebih safety menurut mereka ditempat lain. Kemudian, paket-paket yang ditawarkan itu-itu saja. Jadi ada kejenuhan pengunjung,” terangnya.

Padahal, sambung Robintang, dari 378.000 pengunjung tahun 2018, sekitar 10.000 diantaranya merupakan wisatawan dari Malaysia yang suka kebersihan dan makanan safety, karena rata-rata beragama muslim.

Lebih jauh, mengantisipasi hal itu, dari sisi pengendalian usaha pariwisata, Robintang mengatakan, pihaknya sudah berkali-kali menginginkan para pemilik hotel di kawasan Tuk-tuk dan luar Tuk-tuk melalui surat edaran, agar tidak menaikkan harga hingga 100% disaat musim-musim banyaknya pengunjung ke Samosir, seperti saat liburan tiba.

“Hal itu yang selalu jadi masalah, sehingga minat pengunjung untuk menginap di hotel, berkurang,” ungkapnya.

Juga menyikapi tren pengunjung saat ini yang berkunjung hanya satu hari, Ia menyampaikan, kini pihaknya mencoba menawarkan homestay agar wisatawan mau berlama-lama di Samosir. “Untuk mengantisipasi hal itu, dan agar pengunjung mau berlama-lama di Samosir, kita menawarkan homestay sekaligus mengantisipasi masalah harga-harga,” ujar Robintang.

Pantauan wartwan kontroversinwes, Sabtu 16/3/19, sepanjang jalan objek wisata dikawasan Tuk-tuk, sangat lesu dari aktivitas wisatawan. Dan pengakuan beberapa warga yang tak mau disebutkan namanya, hal itu sudah lama terjadi.(ps)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *