Saya mengikuti banyak perkumpulan yang mana kala itu banyak dimotori oleh ormas-ormas yang secara nyata bisa menghadirkan massa militan. Merekalah FPI dan HTI yang menunggangi gerakan politik Prabowo sebagai calon presiden dan Prabowo menunggangi mereka sebagai pengumpul suara.
Pada awalnya, saya memang tak pernah mempelajari apa itu HTI dengan khilafahnya dan apa itu FPI yang selalu tampil terdepan dalam setiap konflik bangsa. Saya masih melihat mereka sebagai ormas yang sedang berjuang melawan ketidakadilan kala itu.
Akhirnya Pilpres usai, saya pun memfokuskan sedikit waktu untuk mempelajari keduanya, dan saya menemukan fakta-fakta dan informasi yang membuat saya tercengang, dan tibalah saya pada kesimpulan bahwa saya telah salah memilih sekutu, salah memilih teman.
Ternyata saya telah bersekutu dengan musuh negara, berteman dengan musuh Pancasila. Nuranikupun berontak, dan kata hati berbicara untuk segera pergi, kembali ke pangkuan bangsa dengan Merah Putih dan Pancasilanya.
Keberadaan Jokowi sebagai Presiden, kepala pemerintahan dan kepala negara adalah perwakilan negara yang harus dibela dari serangan musuh negara. Kenapa harus dibela? Karena Jokowi menempatkan diri sebagai penjaga NKRI yang terus dijadikan sasaran tembak oleh kaum radikal.
Nasionalisme dan patriotisme bathin saya berontak, bahwa musuh negara harus dilawan. Saya harus mendukung pemerintah untuk menjaga NKRI dan Pancasila dari upaya perusakan yang dilakukan oleh kelompok radikalis yang menyumbang pasukan teroris dan kini terus diburu oleh apparat.
Itulah alasan saya berada sekarang di posisi ini, bukan karena mendukung Jokowi sebagai pribadi, karena pemimpin akan silih berganti, tapi Indonesia tidak akan berlalu, dan saya sedang membela Indonesia yang saat ini dinahkodai oleh Jokowi.
Kepindahan politik saya semakin sempurna saya rasakan ketika tahun 2020 meninggalkan Partai Demokrat yang pernah saya bela dengan segenap kekuatan. Belakangan disana tidak sedikit yang memusuhi saya dan menuduh saya anti Islam karena pernyataan-pernyataan saya yang keras kepada kaum radikal HTI dan FPI.
Saya terganggu dan merasa semakin tak tepat berada disana karena Partai ini saya perhatikan semakin sering bersekutu dengan pihak-pihak yang menyerang pemerintah dalam segala hal menggunakan isu-isu politik identitas. Itu bukan karakter saya, saya Nasionalis tulen, jiwa patriotis saya lahir dari leluhur saya yang juga berjuang melawan penjajah.