Jakarta | Kontroversinews.- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mengumumkan penetapan tersangka baru pada Senin (10/6/2019) sore ini. Penetapan tersangka ini berdasarkan pengembangan perkara kasus korupsi yang merugikan negara hingga triliunan rupiah.
“Direncanakan sore ini akan kami umumkan penyidikan baru yang telah dilakukan KPK dalam sebuah perkara yang merugikan negara cukup besar dengan nilai triliunan rupiah,” kata Jubir KPK, Febri Diansyah melalui pesan singkat, Senin (10/6/2019).
Meski demikian, Febri masih enggan menjelaskan secara rinci perkara yang dimaksud dan pihak yang telah menyandang status tersangka. Febri hanya menyebut kasus ini telah merugikan negara hingga triliunan rupiah.
“Kami berupaya semaksimal mungkin menjalankan tugas dan mengembalikan kerugian keuangan negara ke masyarakat melalui kewenangan yang ada,” kata Febri.
Berdasarkan informasi, salah satu kasus korupsi dengan nilai kerugian negara mencapai triliunan rupiah yang tengah ditelisik oleh penyidik KPK yakni kasus korupsi Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI). KPK diketahui telah membuka penyelidikan baru kasus ini pengembangan dari perkara mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung yang telah dijatuhi hukuman 15 tahun pidana penjara dan denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan oleh Pengadilan Tinggi DKI dalam putusan banding.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata sebelumnya membenarkan telah meningkatkan status penanganan perkara kasus ini ke tahap penyidikan. Dalam proses itu, KPK menetapkan pemegang saham pengendali BDNI Sjamsul Nursalim sebagai tersangka.
“Ya sudah (tersangka),” kata Alex saat dikonfirmasi awak media di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (28/5/2019).
KPK tak mempersoalkan status Sjamsul yang kini telah menetap di Singapura. Alex memastikan mekanisme peradilannya tidak ada kendala. KPK bakal menempuh pengadilan in absentia jika Sjamsul terus menerus mangkir dari panggilan pemeriksaan. Pengadilan in absentia merupakan upaya mengadili seseorang dan menghukumnya tanpa dihadiri oleh terdakwa tersebut. KPK pun telah meminta pendapat sejumlah ahli mengenai upaya pengadilan in absentia terhadap Sjamsul ini.
“Kalau yang bersangkutan dipanggil enggak hadir entah karena kesehatan, karena usia dan itu kan dimungkinkan dalam hukum acara pidana disidangkan dengan cara in absentia,” katanya.
Pengadilan in absentia ini dilakukan untuk mengejar dan menyita aset Sjamsul yang diperoleh dari korupsi SKL BLBI. Apalagi dalam putusan Syafruddin Arsyad Temenggung disebutkan keuangan negara dirugikan hingga sebesar Rp4,58 triliun atas penerbitan SKL BLBI kepada Sjamsul selaku pemegang saham pengendali BDNI. Alex mengatakan, saat ini, KPK melalui Unit Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi (Labuksi) sedang menelusuri aset-aset Sjamsul.
“Sedang dilakukan pelacakan oleh Unit Labuksi. itu kan di KPK untuk pelacakan aset dalam rangka pengembalian negara itu kan Labuksi, saya rasa itu sudah berjalan juga,” ungkapnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 13 tahun pidana penjara dan denda sebesar Rp700 juta subsidair tiga bulan kurungan terhadap mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung. Majelis Hakim menyatakan Syafruddin telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama terkait penerbitan SKL BLBI kepada Sjamsul selaku pemegang saham pengendali BDNI. Syafruddin telah melakukan penghapusbukuan secara sepihak terhadap utang pemilik saham BDNI tahun 2004. Padahal, dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, tidak ada perintah dari Presiden Megawati Soekarnoputri untuk menghapusbukukan utang tersebut.
Dalam analisis yuridis, Majelis Hakim menyatakan Syafruddin telah menandatangani surat pemenuhan kewajiban membayar utang terhadap obligor BDNI, Sjamsul Nursalim. Padahal, Sjamsul belum membayar kekurangan aset para petambak. Syafruddin juga terbukti telah menerbitkan SKL BLBI kepada Sjamsul Nursalim. Penerbitan SKL BLBI itu menyebabkan negara kehilangan hak untuk menagih utang Sjamsul sebesar Rp 4,58 triliun. Majelis Hakim PT DKI memperberat hukuman Syafruddin. Hukuman Syafruddin yang semula 13 tahun pidana penjara menjadi 15 tahun pidana penjara dan denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan.
Sumber: Suara Pembaruan