Berdasarkan chatting pribadi tersebut, dibuatlah release pemberitaan oleh Dewan Pers bahwa BNSP membantah melarang Dewan Pers melakukan uji kompetensi [2]. Sebuah pola pemberitaan berdasarkan chatting pribadi, tanpa meminta izin kepada pihak lawan chatting (BNSP – Red) seperti ini boleh-boleh saja. Namun, sebagai sebuah lembaga yang selama ini dijunjung tinggi oleh segelintir organisasi pers underbow lembaga itu, tentulah karya jurnalistik (press release – red) Dewan Pers semacam ini amat disesalkan karena terkesan sebagai hasil karya calon peserta ukw kelas rendah.
Bukan itu saja, Dewan Pers kemudian melalui Wakil Ketuanya, Hendry Ch Bangun, secara demonstratif langsung mengeluarkan release terbaru tentang rencana lembaga tersebut untuk melakukan UKW bagi 1.700 wartawan di 34 provinsi seluruh Indonesia. “Pada 2021 ini ditambah menjadi 34 provinsi dengan target 1.700 peserta,” kata Henry sebagaimana dikutip dari lembaran 3 halaman press release Dewan Pers, tertanggal 20 April 2021.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, menyatakan bahwa hal tersebut biasa saja, tidak perlu direspon berlebihan. “Sebagaimana pernah saya sampaikan bahwa Dewan pers itu ibarat kambing bandot yang sedang birahi [3]. Nah, sekarang semakin tegang birahinya karena dicolek oleh BNSP, dia panik, akhirnya jadi kalap. Hajar sana-sini membabi-buta, hahaha…” ujar Lalengke santai, Rabu, 21 April 2021.
Pengurus Dewan Pers, menurut alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini, seharusnya taat azas, taat hukum, taat tata tertib berbangsa dan bernegara. Bukan berlaku seenaknya dalam membuat kebijakan dan peraturan di bidang pers. Negara ini punya tata tertib yang dituangkan dalam berbagai peraturan perundangan. UU itu dibuat untuk dipatuhi oleh setiap warga negara, tidak peduli Anda bergelar professor, orang kaya, punya jabatan, dan lain sebagainya.