masalahnya saat bicara wisata halal tersebut dianggap eksklusif dan seperti dianggap islamisasi atau arabisasi. Padahal, wisata halal bukan itu, wisatawan muslim juga bukan datang dari Arab, tapi di Eropa juga ada.
Ryanto mencontohkan, di Jerman umat muslim juga besar. Jumlah muslim di Eropa itu sekitar 70 juta. Pendapatan mereka dari yang 70 juta itu rata-rata sekitar 70 ribu Euro per tahun atau sekitar lima hingga enam ribu Euro per bulan atau sekitar Rp70 jutaan.
“Mereka juga muslim yang taat, tapi mereka tetap surfing, tetap salat. Intinya di situ. Jadi, wisata halal itu bukan untuk merusak kebhinnekaan atau ancaman bagi destinasi mayoritas nonmuslim. Itu tidak ada kaitannya. Wisata halal itu hanya pelayanan dan fasilitas tambahan bagi wisatawan muslim di tempat atraksi wisata atau destinasi wisata. Poinnya itu saja,” lanjut Ryanto.
Jadi, kata Ryanto, wisata halal itu bersifat muslim friendly atau ramah muslim sehingga segala kebutuhannya pun dipenuhi, baik itu di hotel, destinasi. Semua itu tidak mengubah atraksinya, mereka hanya menyiapkan tempat salat, tempat wudhu, toilet kalau bisa yang ada airnya.
“Jadi, gitu-gitu doang. Wisata halal itu bukan menjadi ancaman, tapi justru memperluas jangkauan pasar daripada atraksi wisata itu, maupun hotel, restoran, atau segala macam yang terkait pariwisata sehingga mereka bisa mendapat tambahan pasar,” tegas Ryanto.
Senada dengan Ryanto Sofyan, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Pariwisata Indonesi (GPI) Didin Djunaedy mengatakan wisata halal, bukan berarti semua harus halal. Tapi wisata halal itu sebagai alternatif yang tumbuh dari para pengusahanya.
“Tujuannya adalah untuk mendapatkan potensi yang besar itu mendapatkan penambahan omset dari pertumbuhan wisata halal itu. Saya setuju wisata halal itu pilihan dari pengusahanya, bukan dari pemerintah yang menghalalkan semua. Seperti Bali, mereka sah-sah saja menyediakan makanan halal atau di hotel tidak menjual minuman keras. Jadi, keputusannya dari pengusaha dan bersifat tidak memaksakan,” kata Didin, kepada Liputan6.com, Jumat sore, 29 Oktober 2021.