Pekanbaru | Kontroversinews.– Terpidana M. Ali Honopiah yang juga oknum polisi, terlihat tenang sambil mengacungkan jempolnya kepada wartawan usai divonis bersalah dalam sidang pencucian uang perdagangan satwa trenggiling di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Riau, Selasa.
Padahal, majelis hakim baru saja menjatuhi hukuman dua tahun penjara dan denda Rp800 juta kepada Ali Honopiah, yang hingga kini masih tercatat sebagai polisi aktif di Mapolres Indragiri Hilir dengan pangkat Brigadir.
Beban hukuman untuk Ali bertambah berat, karena sebelumnya juga sudah divonis tiga tahun penjara di Pengadilan Negeri Pelalawan, karena terbukti memperdagangkan satwa dilindungi itu.
Total, berdasarkan vonis hukuman pidananya, Ali sudah dijatuhi hukuman lima tahun penjara.
“Menjatuhkan kepada terpidana dengan pidana penjara selama dua tahun dan denda sejumlah Rp800 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar oleh terdakwa, diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan,” kata Ketua Majelis Hakim, Dahlia Panjaitan.
Dahlia mengatakan dakwaan primer terhadap Ali sudah terbukti, yakni melanggar Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Hakim juga memerintahkan barang bukti yang disita dari Ali untuk dirampas.
“Uang tunai 6.400 lembar berupa uang pecahan Rp50 ribu sebesar Rp320 juta dirampas untuk negara,” kata Hakim Dahlia.
Namun, vonis hakim itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang meminta Ali dihukum tiga tahun penjara. Meski begitu, dalam persidangan, hakim menyatakan seluruh unsur bahwa Ali terlibat tindak pidana pencucian uang secara aktif.
Hakim menyatakan Ali terbukti membeli kulit dan sisik trenggiling dari pengepul di Sumatera, dan menjualnya kepada seorang warga negara Malaysia bernama Mr Lim alias Alim alias Al. Namun, pembeli tersebut tidak diseret ke pengadilan.
Dalam persidangan terungkap fakta bahwa total uang dalam kasus Ali Honopiah mencapai Rp7 miliar, yang diduga berkaitan dengan perdagangan trenggiling. Pembayaran dilakukan secara tunai oleh Mr Lim melalui Widarto.
Hakim menyatakan Ali terbukti berusaha menyembunyikan uang hasil kejahatan lingkungan itu dengan meminta bantuan kakak iparnya yang bernama Zabri untuk membuka rekening BCA.
Melalui rekening atas nama Zabri itulah transaksi uang haram itu diberikan oleh Widarto. Uang tersebut kemudian juga ditransfer ke rekening istri terpidana, yang bernama Mahdalena, dan adik iparnya yang bernama Nopri Asrida.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) disebut bahwa total transaksi Rp7 miliar tersebut adalah untuk modal perniagaan trenggiling. Selain itu, uang itu juga digunakan oleh terdakwa untuk membeli mobil Mitsubishi Pajero Sport.
Ali juga menggunakan uang itu untuk menginap beberapa kali di hotel berbintang di Pekanbaru, dan sempat membeli perhiasan emas. Agar tak tercium transaksi dugaan pencucian uang ini, Ali berusaha mengaburkan asal-usul uang seolah-olah telah menjual mobil yang dibeli dengan uang kejahatan itu.
“Terdakwa terbukti berusaha menyembunyikan asal-usul harta terdakwa yang berkaitan dengan kejahatan perdagangan satwa dilindungi tersebut,” kata Hakim Dahlia.
Pihak terpidana dan JPU memutuskan untuk pikir-pikir terhadap putusan majelis hakim. Usai persidangan, Ali Honopiah mengaku keberatan seluruh uangnya dirampas karena merasa tidak semuanya hasil perdagangan trenggiling.
“Karena itu uang mobil saya, itu yang jelas. Yang pertama uang motor dari mamak saya Rp85 juta, tidak selamat saya dunia-akhirat kalau itu uang dari trenggiling,” kata Ali.
Ketika ditanyakan apa ia merasa tidak keberatan karena hanya dirinya yang dihukum, padahal ada sejumlah nama pembeli yang disebut dalam fakta persidangan, ia mengatakan itu bukan urusannya.
“Itu urusan polisi lagi,” katanya.
Dalam kasus perniagaan satwa dilindungi ini, ada tiga orang yang berbuat selain Ali. Dua rekannya, yakni Ali dan Jupri telah divonis bersalah oleh hakim Pengadilan Negeri Pelalawan beberapa waktu lalu.
Dikutip dari: Antarariau.com