PT WGP Pengembang Perumahan Alana Village Dan PT KIV Indonesia Satu, Serta Oknum Lurah Kelurahan Pasalakan Di Duga Akali Tanah Tak Bertuan Buat TPU

oleh
oleh

CIREBON, (Kontroversinews) – Pertumbuhan perumahan di Kabupaten Cirebon cukup pesat setiap tahunnya, hal itu tentunya kalau merunut kepada peraturan dan perundang-undangan yang ada dan berlaku dinegara ini perlu dibarengi dengan penyediaan Tempat Pemakaman Umum (TPU) dan juga Tempat Pembuangan Sampah (TPS). oleh karena itu, seyogyanya setiap pengembang harus mematuhi segala peraturan dan perundang-undangan. dengan kata lain, pengembang/developer mengingatkan diri saat akan membangun perumahan dan permukiman, untuk bisa menyediakan lahan tempat pemakaman umum (TPU). jika tidak, mungkin mereka akan terancam sanksi administrasi, penundaan pemberian persetujuan dokumen atau perizinan, dan bahkan mungkin sangsi pidana, hingga dimasukkan ke daftar hitam (black list). ada Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang jika pengembang/developer tidak melaksanakan apa-apa yang di iklankannya. kemudian ada Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, terus ada Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1987 tentang Penyediaan Penggunaan Tanah Untuk Keperluan Tempat Pemakaman, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 2009 TentangPedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, Dan Utilitas Perumahan Dan Permukiman Di Daerah. yang kesemuanya harus dan wajib dipatuhi oleh semua pengembang/developer, jika mereka membuka usahanya di negara Republik Indonesia ini.

 

Dan hal mengenai penyediaan lahan untuk Tempat Pemakaman Umum (TPU) sedang akan dilaksanakan oleh PT WGP (Wijaya Gemilang Propertindo) dan PT KIV Indonesia Satu milik Teddy Wijaya, S.E. dan Vita Fitria Hendriany, S.E. (Tulus Asih Group), yang sedang membangun perumahan bernama Alana Village dan Seruma Kavling di wilayah Kelurahan Pesalakan Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat. pada perjalanannya, perumahan Alana Village dan Seruma Kavling pun sedang berusaha menyediakan lahan untuk TPU. namun entah lahan punya siapa dan milik siapa, lahan bernomor 08 serta nomor 09 pada Akta Pembatalan yang dibuat oleh Notaris Khalimah, S.H.,M.Kn. tertanggal 18 November 2024 tersebut dibatalkan Aktanya. ada apa dan bagaimana prosesnya, ketika terjadi pembatalan tentunya pasti ada Akta hak kepemilikan lahan yang akan dijadikan TPU tersebut yang sah sebelum dibatalkan. dan dalam Akta pembatalan tersebut tertuang juga ukuran tanah, yakni PT WGP yang memiliki Perumahan Alana Village 300 meter persegi serta PT KIV Indonesia Satu nya yang memiliki Seruma Kavling yakni 100 meter persegi. namun ada yang unik di Akta Pembatalan itu, yakni adanya bahasa “para pihak telah membuat Akta pelepasan Hak atas Tanah Fasos/Fasum Perumahan Alana Village” juga “Seruma” dan ada bahasa “Sebidang tanah sisa”. yang jadi pertanyaan adalah, siapa-siapa yang dimaksud para pihak dan apa yang dimaksud dengan tanah sisa tadi. untuk lebih jelasnya, wartawan media ini menanyakan kepada Lurah Hadi dari Kantor Lurah Pasalakan tempat dimana lahan buat TPU itu berada pada Senin 10 Februari 2025 lewat pesan singkat chatting whatsapp kenomor pribadinya. namun tidak mendapatkan respon, Lurah Hadi lebih memilih untuk bungkam.

 

Usut punya usut, ternyata tanah seluas 2087 meter persegi untuk Seruma PT KIV Indonesia Satu yang rencananya akan dikavling-kavlingkan ditambah dengan lahan untuk TPU yang seluas 100 meter persegi dan juga lahan TPU seluas 300 meter persegi yang sedianya untuk PSU (fasum dan fasos, red) Perumahan Alana Village tersebut diduga milik seorang warga bernama Arba’in. menurut bukti sebuah photocopy Akta Tanah milik Arba’in yang mengacu kepada Persil nomor 52 Kelas S. II (2 romawi) Kohir C Nomor 569, tanah tersebut dijualnya kepada Teddy hanya seluas 2087 meter persegi. namun ironisnya, dalam Akta Pembatalan yang dibuat oleh Notaris Khalimah, S.H., M.Kn. dengan Nomor 08 dan 09 yang dibuat pada tanggal 18 November 2024 tadi tentang lahan untuk Tanah Pemakaman Umum (TPU) untuk perumahan Alana Village dan Seruma tersebut sama-sama mengacu pada Persil nomor 52 Kelas S II Kohir C Nomor 569 juga dengan bahasa “tanah sisa”. saat wartawan media ini berkunjung kekediaman Arba’in sang pemilik tanah 2087 tersebut, dirinya merasa tidak memahami kenapa tanah yang buat TPU dengan total 400 meter tersebut dikatakan tanah sisa. “saya tidak mengerti kenapa tanah itu dikatakan tanah sisa, karena saya tidak pernah merasa mempunyai tanah sisa. kalau berkurang ukuran tanah, itu mungkin. tapi perlu penelusuran atau pengukuran ulang kembali, yang tentunya darimana nanti saya mulai saya juga belum paham. yang jelas, saya tidak pernah memberikan tanah yang dikatakan tanah sisa tadi kepada siapapun juga. saya hanya merasa menjual per meter dengan harga 300 ribu permeter seluas 2087 meter tadi kepada Teddy, kalau ternyata ada sisa tanah dengan acuan Persil milik saya. saya tidak pernah memberikan sisa tanah tersebut, coba nanti buktikan saja kedepannya seperti apa. yang pasti, saya juga akan meminta bantuan kepada orang-orang yang paham dalam hal ini agar semuanya terang benderang,” pungkasnya. (Kusyadi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *