Pernikahan Sirih Perangkat Desa Berinisial “HIR” dan Perangkat Desa Berinisial “SFL” Diduga Melanggar Masa Iddah

oleh
Surat Cerai dan Surat Ketrangan Sah menjadi suami istri.

KAB CIREBON (Kontroversinews.com) – Kemelut antar perangkat desa sedong kidul kecamatan sedong kabupaten cirebon propinsi jawa barat berbuntut panjang,masa iddah wanita berinisial HIR setelah perceraian dengan suami pertama yang dinikahinya secara negara jadi pokok pembahasan tulisan wartawan media ini.

Karena masa iddah ini tolak ukur sah tidaknya sebuah pernikahan yang dilaksanakan secara agama (sirih),maupun nikah secara hukum negara (resmi). Menurut kompilasi hukum islam (KHI) masa iddah adalah masa tunggu bagi janda setelah bercerai, baik cerai hidup maupun cerai mati.

Makna iddah ialah dengan tenggang waktu tertentu untuk meghilangkan bekas-bekas dari pernikahan dahulu.dan masa iddah bagi hampir seluruh umat yang beragama islam sangatlah penting untuk dipatuhi, agar pernikahan tersebut bisa dianggap halal.

Terkait masa iddah ini, wartawan media ini mencoba bertanya kepada beberapa orang yang mengerti dan mencari referensi dari buku kompilasi hukum islam. Menurut orang-orang yang dimintai komentarnya terkait masa iddah,90% memberi komentar kalau masa iddah dari yang mereka tahu adalah 90 hari atau sekitar 3 bulan untuk melangsungkan sebuah pernikahan baru setelah proses perceraian dengan pasangan terdahulunya dianggap sah.

Dengan adanya kekuatan hukum negara yang dalam hal ini adalah pengadilan agama yang secara resmi mengeluarkan surat cerai yang bertiti mangsa (tanggal ketetapan) untuk dijadikan landasan dimulai dan diakhirinya masa iddah dalam mengarungi pernikahan baru dengan pasangannya.

Masa iddah bervariasi jenisnya,masa iddah sudah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai pijakan pengaturan Hukum Islam di Indonesia.

Masa iddah bagi seorang janda menurut Pasal 153 Ayat (2) KHI adalah sebagai berikut: apabila pernikahan putus karena perceraian, masa iddah bagi janda yang masih haid ditetapkan tiga kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 hari, dan bagi janda yang tidak haid ditetapkan 90 hari.

Apabila pernikahan putus karena cerai mati atau cerai hidup,sedang janda tersebut dalam keadaan hamil,waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan. Sementara masa iddah bagi isteri yang pernah haid sedang pada waktu menjalani iddah tidak haid karena menyusui,maka iddahnya tiga kali waktu haid.dan apabila istri ditalak satu atau talak dua oleh suami lalu suaminya meninggal,maka masa iddahnya menjadi empat bulan sepuluh hari setelah suaminya meninggal dunia.

Melanggar masa iddah ini terbilang serius,karena konsekuensinya dapat membatalkan keabsahan nikah mengingat ketentuan masa ‘iddah menjadi salah satu syarat sahnya pernikahan seorang janda.

Bahkan para ahli fiqih sepakat,pernikahan di masa ‘iddah tidak sah,sebagaimana ketentuan UU Perkawinan 1/1974 pasal 2 ayat (1) “perkawinan adalah sah,apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu”.

Artinya, pernikahan yang dilangsungkan dalam masa ‘iddah, bertentangan dengan ketentuan ajaran Islam,sebagaimana tertuang dalam KHI (kompilasi hukum islam) pasal 40 huruf (b) yang melarang perkawinan wanita yang masih dalam masa ‘iddah dengan pria lain.

Sementara pada ulasan wartawan media ini setelah melihat bukti photo surat cerai HIR dan surat pernikahan dengan SFL suami barunya yang hanya berjarak kurang lebih 1 bulan atau 30 hari saja, yang pada kutipan akta cerai tertulis tanggal 15-Maret-2021,sedangkan pada surat nikah sirih tertulis tanggal 17-April-2021.jadi dugaan terkait masa iddah pada pernikahan sirih HIR dan SFL,wartawan media ini masih terus menelusuri sumber-sumber lain. (KUSYADI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *