SOREANG | Kontroversinews.- Kepala UPTD dan MKKS diduga bekerjasama menjual fingerprint absensi guru ke sekolah-sekolah di Kabupaten Bandung dengan harga yang mahal. Hal itu ditengarai menyebabkan dana bantuan operasional sekolah (BOS) mengalami kebocoran yang signifikan.
Pemerhati Pendidikan Kabupaten Bandung, Deden mengatakan penggunaan fingerprint di sekolah diharapkan bisa meningkatkan profesionalisme guru dari sisi kehadiran. Sebab dengan teknologi tersebut, absensi guru bisa terkontrol dan mudah diawasi.
Namun, disisi lain dirinya menyayangkan dugaan keterlibatan kepala UPTD, MKKS, Ketua Cabang PGRI yang bekerjasama dengan pengusaha untuk menjual fingerprint dengan harga mahal. Selain itu, diduga keuntungannya masuk ke kantong pribadi masing-masing.
Kondisi tersebut berlangsung di sejumlah Kecamatan seperti di Ciwidey, Rancabali, Pasirjambu, Cimaung, Pangalengan, Katapang, Nagreg, Margahayu, Arjasari, Majalaya dan yang lainnya. Berdasarkan informasi yang dihimpun, satu unit fingerprint dengan harga pasaran maksimal Rp 1.5 juta dijual ke sekolah mencapai Rp 2.5 juta hingga Rp 2.8 juta.
“Ini harus ditelusuri dan ditindaklanjuti Inspektorat Kabupaten Bandung, BPK Perwakilan Jabar, BPKP, maupun aparat penegak hukum yang ada di wilayah hukum Kabupaten Bandung,” ujarnya, Sabtu (26/1).
Menurutnya, jika praktek tersebut terjadi maka bisa dibayangkan sekolah dasar (SD) yang berada di Kabupaten Bandung mencapai 1.400 sekolah, berapa kebocoran yang akan terjadi. Katanya, dihitung dana fingerprint bisa mencapai Rp 1.4 miliar dengan harga yang tinggi.
Sementara itu, Kepala SDN Sugihmukti Kecamatan Pasirjambu, Dudung mengaku bingung dengan harga fingerprint yang mahal. Meski begitu, ia mau tidak mau tetap harus membelinya dengan harga Rp 2.5 juta.
Namun menurutnya, di sekolahnya tidak terdapat listrik. Adapun listrik bisa diperoleh dari kincir dengan jarak 30 Km dari Kampung Kendeng ke SDN Sugihmukti. Ia mengatakan tetap mengusahakan agar alat tersebut dipasang sebab perintah dari UPT Pasirjambu.
“Saya sudah beli barang dari dinas dan beli kabel sepanjang 1000 meter untuk menyambung listrik,” katanya. Dia mengatakan, lokasi sekolahnya dari perkotaan (terminal Ciwidey) jaraknya sangat jauh sehingga jika menggunakan kendaraan umum sekitar 3 jam.
“Jadi kalau mengejar waktu 7:30 Wib untuk absen itu harus berangkat dari rumah sekitar jam 4:30 Wib,” katanya.
Ditempat terpisah salah seorang kepala sekolah berinisial HS di Kecamatan Arjasari mampu mengeluarkan dana sebesar Rp 1 juta untuk membeli fingerprint.
Kasi Tentis Bidang SD Disdik Kabupaten Bandung Rini mengatakan pemakaian fingerprint sudah sesuai dengan Juknis BOS Pusat dan Permendikbud No 33 dan sudah disosialisasikan. (Lily Setiadarma)