Site icon kontroversinews.com

Presiden Diminta Terbitkan Kebijakan Vaksinasi untuk Penghuni Rutan dan Lapas

ilustrasi lapas. shutterstock

JAKARTA  (Kontroversinews.com) – Sebanyak tiga lembaga kajian dan advokasi bidang hukum dan peradilan, yakni Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP), dan Indonesia Judicial Research Society (IJRS) meminta pemerintah memberikan perhatian pada warga binaan pemasyarakatan di lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) pada masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang berlaku mulai 3 Juli hingga 20 Juli 2021. ICJR, IJRS dan LeIP meminta pemerintah menerbitkan kebijakan vaksinasi bagi penghuni rutan dan lapas.

“Kami menyerukan kepada Presiden agar menerbitkan kebijakan untuk vaksinasilangsung dan segera bagi seluruh penghuni rutan dan lapas termasuk penghuni rutan selain di bawah Kementerian Hukum dan HAM,” kata Direktur Eksekutif ICJR, Erasmus A. T. Napitupulu dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Minggu (4/7/2021).

Erasmus mengatakan, hingga saat ini tidak ada data pasti yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai penyebaran Covid-19 di Rutan dan Lapas secara update dan real time. Padahal, klaster Covid-19 pun terus bermunculan di dalam Lapas.

Terakhir, pada 1 Juli 2021, 65 warga binaan di Lapas Kelas II A Kuningan terkonfirmasi positif Covid-19. Dikatakan, satu-satunya data terbuka soal penyebaran tersedia dari paparan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H. Laoly pada Februari 2021 lalu yang menyebut terdapat 4.343 WBP, termasuk anak-anak yang telah terinfeksi Covid-19, juga terdapat 1.872 Petugas Pemasyarakatan yang terjangkit.

“Data ini tidak dapat dipantau secara berkala oleh masyarakat, intervensi penanganan Covid-19 di Lapas minim dari pengawasan publik, karena sumber informasi hanya berasal dari pihak Lapas dan Kementerian Hukum dan HAM tanpa komitmen penyampaian ke publik secara berkala,” katanya.

Erasmus mengungkapkan, minimnya informasi mengenai penyebaran Covid-19 diperburuk dengan kelebihan kapasitas Rutsn dan Lapas yang terus merangkak naik. Sempat berhasil ditekan hingga pada Maret-Mei 2020 lalu, dari angka overcrowding 99% menjadi 69%, nyatanya sekarang overcrowding Lapas dan Rutan terus merangkak naik bahkan lebih buruk dari sebelum kondisi pandemi.

Pada Februari 2020 overcrowding di angka 98%, sedangkan sekarang, pada Juni 2021 angka overcrowding mencapai 100%, dengan jumlah penghuni mencapai 272.000 orang sedangkan kapasitas hanya 135.000 orang. Tidak hanya dalam Rutan dan Lapas di bawah pengawasan Menteri Hukum dan HAM, kelebihan penghuni juga terjadi di tempat penahanan lainnya seperti kantor kepolisian, meskipun tidak ada data pasti seperti informasi di Rutan dan Lapas di bawah pengawasan Kemkumham.

“Hingga kini WBP dan tahanan tidak pernah menjadi prioritas vaksinasi. Tidak ada program khusus pemerintah yang menjamin vaksin harus segera diberikan kepada seluruh WBP dan tahanan, padahal mereka tidak dapat melakukan physical distancing. Dalam skema vaksinasi WHO, harusnya WBP dan tahanan masuk ke dalam kelompok prioritas kedua setelah tenaga kesehatan. Hal ini menimbulkan tanda tanya terkait komitemen Pemerintah dalam memperhatikan kesehatan WBP dan tahanan,” papar Erasmus.

Erasmus mengakui, terdapat sejumlah upaya yang dilakukan pemerintah untuk mencegah penyebaran Covid-19 di Rutan dan Lapas. Salah satunya kebijakan asimilasi di rumah dan Integrasi WBP yang tertuang dalam Permenkumham No. 10 tahun 2020/No. 32 tahun 2020/No. 24 tahun 2021.

Kebijakan ini menurut Kemkumham berhasil mengeluarkan 55.929 WBP dan 1.415 anak penerima hak integrasi, serta 69.006 WBP dan anak penerima hak Asimilasi di rumah pada 2020. Sedangkan pada 2021, tercatat 16.387 WBP, 309 anak menerima hak integrasi, serta 21.096 narapidana dan anak menjalankan asimilasi di rumah. Untuk itu, ICJR, IJRS dan menyerukan kepada pemerintah untuk melanjutkan kebijakan asimilasi di rumah untuk WBP.

“Kami juga menyerukan agar Presiden menerbitkan kebijakan pengeluaran WBP berbasisi kerentanan untuk WBP lansia, perempuan dengan anak atau beban pengasuhan, dengan riwayat penyakit bawaan dan pecandu narkotika,” katanya.

Di sisi lain, ICJR, IJRS dan LeIP juga meminta agar pemerintah agar menerbitkan kebijakan menghentikan penahanan dalam lembaga bagi Kepolisian dan Kejaksaan dengan memaksimalkan bentuk lain, seperti penangguhan penahanan dengan jaminan, tahanan rumah, tahanan kota.

Kebijakan ini dinilai penting lantaran arus masuk tahanan dan rutan yang tinggi dan tidak sepadan dengan kebijakan asimilasi. Kondisi ini, katanya menunjukkan tidak adanya sinergisitas antara Kemkumham dengan aparat penegak hukum seperti kejaksaan dan kepolisian dalam menekan angka overcrowding, angka pemenjaraan terus naik.

“Kami juga menyerukan Presiden untuk menerbitkan kebijakan untuk Kejaksaan untuk melakukan penuntutan dengan memaksimalkan alternatif pemidanaan non pemenjaraan misalnya pidana percobaan dengan syarat umum dan syarat khusus ganti kerugian, pidana denda, rehabilitasi rawat jalan untuk pengguna narkotika,” katanya.

(Sumber: BeritaSatu.com)

Exit mobile version