SOREANG (Kontroversinews.com) – Kepala Badan Pertanahan Negara (BPN) Kabupaten Bandung Hadiat Sondara Danasaputra mengungkapkan, akibat ketidaktelitian dari petugas BPN dan juga ada unsur kesengajaan dari pemohon, sering menyebabkan timbulnya sertifikat ganda.
Di Kabupaten Bandung sendiri, tidak terlalu banyak kasus sertifikat gandanya. Kata Hadiat, solusinya adalah harus dilakukan validasi kembali terhadap sertifikat lama yang belum dipetakan.
“Kadang-kadang mereka tahu sudah sertifikat, tapi dimohon lagi sertifikatnya. Kelemahan kita itu yaitu karena dulu teknologi belum secanggih sekarang, sehingga pemetaannya belum tertib,” ujar Hadiat saat acara “Ngopi” (ngobrol ala PWI) di Sekretariat PWI Kabupaten Bandung, Soreang, beberapa waktu yang lalu.
“Diukur tapi tidak dipetakan di kita. Harusnya begitu diukur di lapangan kemudian dilanding di peta kita, itu jadi acuan, namun ternyata petanya kosong. Sehingga, ketika dimohon lagi jadi double,” sambungnya.
Menurut Hadiat, sertifikat itu tidak palsu jika memang keduanya dikeluarkan oleh BPN. Untuk membatalkan sertifikat double tersebut, Hadiat menjelaskan ada dua mekanisme yaitu melalui utusan pengadilan atau dari BPN langsung yang membatalkannya, jika memang diyakini ada tumpang tindih.
Jika ada sertifikat double, kata Hadiat, maka sertifikat yang terbit paling akhir lah yang harus dibatalkan.
“Meskipun sertifikat yang belakangan sudah terpetakan dan sertifikat yang dulu tidak terpetakan, tapi yang seharusnya dimenangkan adalah yang terbit duluan,” tuturnya.
Sementara itu, dengan adanya program Pendaftaran Tanah Sertifikat Lengkap (PTSL) dinilai bisa meminimalisir munculnya sertifikat ganda. Namun tak dapat dielak, dalam pelaksanaan program yang digelar sejak tahun 2018 hingga 2025 itu, BPN Kabupaten Bandung mengalami banyak kendala.
Menurut Hadiat, seharusnya program PTSL bisa selesai dalam satu tahun anggaran, namun realitanya sampai saat ini masih banyak sekali sertifikat tanah yang belum diterbitkan.
“PTSL dan sertifikasi aset Pemkab itu hutang kami yang harus dituntaskan. Memang sampai hari ini masih banyak sertifikat tanah yang belum diterbitkan terutama pada tahun 2018, 2019, dan 2020,” ungkap Hadiat.
Beberapa kendala menjadi faktor penyebab lambatnya penerbitan sertifikat tanah masyarakat yang sudah mendaftar pada program PTSL. Salah satunya, hal terpenting dalam proses sertifikasi tanah itu adalah pengukuran bidang tanah, dimana hal tersebut dilakukan oleh perusahaan pemenang tender (pihak ketiga) di pusat.
Hal lainnya, yang terjadi saat pengukuran adalah seringkali ketika akan dilakukan pengukuran, pemilik tanahnya tidak ada di tempat, itu menjadi satu kesulitan terutama untuk pengukuran sawah. Selain itu, kendala lain yang banyak terjadi adalah persyaratan yang belum beres, seperti warkah yang masih kosong.
“Semua akan kami selesaikan. Dan PTSL yang terhutang sedang kami cicil, setiap enam bulan kalau sudah selesai kita bagikan, hutang PTSL yang 2017 sudah beres,” paparnya.
Untuk tahun ini, BPN Kabupaten Bandung menargetkan PTSL sekitar 110 ribu bidang tanah, sosialisasi sudah dilaksanakan hanya terkendala dengan data dari desa. Namun, sesuai aturan pada akhir tahun anggaran harus selesai. Sementara itu, untuk setifikasi aset Pemkab Bandung tahun ini targetnya 400 bidang tanah, tapi itu belum bisa dilaksanakan karena alasan yuridis.
“Pemkab kan datanya belum tertib, banyak aset yang memang alasan haknya (kepemilikan) tidak ada, pengamanan data fisik atau batas laha saat diukur tidak ada,” pungkasnya. ***