JAKARTA (Kontroversinews.com) – Telah lebih dari satu tahun dunia pendidikan mengalami perubahan. Proses pembelajaran, termasuk di jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang biasanya dilaksanakan secara tatap muka dengan berinteraksi secara langsung antara peserta didik, pendidik, dan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, harus berubah menjadi pembelajaran dalam jaringan atau pembelajaran jarak jauh. Kini pendidik dan peserta didik mulai bertransformasi ke dunia digital.
Selama masa pandemi, Kemdikbud-ristek telah melakukan beberapa terobosan yang dilakukan secara cepat dan masif untuk meringankan kesulitan pembelajaran di masa pandemi. Di antaranya adalah pembuatan modul pembelajaran yang dapat diunduh dan digunakan oleh pendidik maupun orangtua, serta kurikulum dalam kondisi khusus. Selain itu pemerintah pun telah menyalurkan bantuan berupa kuota data internet bagi peserta didik dan tenaga pendidik dalam usahanya untuk mendukung belajar dari rumah selama masa pandemi Covid-19.
Kurikulum dalam kondisi khusus atau kurikulum darurat yang disiapkan oleh Kemendikbud adalah kurikulum yang disederhanakan dari kurikulum nasional, dimana pendidik dan peserta didik fokus pada kompetensi esensial dan kompetensi prasyarat untuk lanjut ke pembelajaran di tingkat selanjutnya. Hal tersebut dijelaskan oleh Mendikbud-ristek Nadiem Makarim tahun lalu dalam taklimat media “Penyesuaian Kebijakan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19” secara virtual di Jakarta.
Pendidik anak usia dini mengimplementasikan kurikulum dalam kondisi khusus tersebut dengan membuat perencanaan pembelajaran berbasis lingkungan sekitar anak. Pendidik membuat RPP sesuai dengan minat dan kebutuhan anak dengan melihat potensi di sekitar rumah anak dalam memanfaatkan sumber belajar yang ada.
Namun implementasi di lapangan, beberapa pendidik masih mengandalkan lembar kerja anak dalam upaya pendidik untuk mengembangkan potensi kemampuan anak belajar dari rumah dengan orangtua sebagai pendamping. Kebijakan adalah kebijakan, namun kendala pendidik di pelosok maupun pendidik dengan kompetensi yang kurang memadai khususnya, mengalami kesulitan dalam memahami kurikulum kondisi khusus tersebut.
Belum selesai dalam memahami pembelajaran yang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak, saat ini, kita pun disibukkan dengan persiapan tatap muka terbatas (TMT) yang akan dilaksanakan pada tahun pembelajaran 2021-2022, baik dari jenjang pendidikan anak usia dini hingga perguruan tinggi. Seperti yang disampaikan Mendikbud-ristek bahwa “pada dasarnya pilihan pembelajaran tatap muka terbatas sudah mulai sejak Januari 2021. Namun orangtua diberikan kebebasan untuk menentukan apakah anaknya sekolah secara tatap muka atau online.”
Lebih lanjut Mendikbud-ristek menyatakan bahwa sejak bulan Januari semua sekolah dan daerah sudah diperkenankan kalau telah siap melaksanakan tatap muka terbatas. Bahkan sebelum vaksinasi pun sudah diperbolehkan. Tetapi pada saat sudah selesai divaksinasi, kewajiban sekolah untuk opsi tatap muka terbatas.
Dari pernyataan di atas, lembaga pendidikan pun bersiap-siap untuk pelaksanaan tatap muka terbatas tersebut dengan mempersiapkan protokol kesehatan secara sistematis dan maksimal. Pertanyaan baru muncul yaitu bagaimana dengan kompetensi pendidik? Apakah pendidik siap untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan kebiasaan-kebiasaan baru? Bagaimana program pembelajaran baik metode maupun strategi pembelajaran yang diterapkan dalam tatap muka terbatas?
Mengutip dari Detikcom, bagi lembaga atau satuan PAUD yang berada di perkotaan atau paling tidak di dalam satuan PAUD tersebut terdapat pendidik yang memiliki kompetensi yang kompeten tentunya dapat merencanakan,merancang, melaksanakan, dan menilai proses pembelajaran yang mereka rancang dengan baik. Namun untuk pendidik yang belum memiliki kompetensi yang memadai, satuan PAUD yang masih sulit terjangkau karena infrastruktur yang kurang memadai apakah tidak kita perhatikan juga?
Pada Selasa, 4 Mei 2021 Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) meluncurkan “Program Guru Belajar dan Berbagi seri PAUD dan Pendidikan Inklusi” secara virtual. Dalam sambutannya Dirjen GTK Iwan Syahril menyampaikan bahwa layanan digital tersebut merupakan gerakan gotong royong antara pemerintah, guru, komunitas, dan penggerak pendidikan, dengan tujuan supaya kita semua dapat terus berupaya melaksanakan pembelajaran dengan baik dengan semua keterbatasan.
Dengan memiliki guru yang memiliki kompetensi dalam bidangnya, maka diharapkan dapat memahami kurikulum bagaimanapun bentuknya sehingga guru dapat membedah isi kurikulum tersebut menjadi sebuah proses pembelajaran dalam mencapai tujuan pendidikan sesuai dengan perkembangan anak.
Program guru belajar dan berbagi merupakan upaya pemerintah untuk memberi kemudahan kepada para pendidik dalam belajar secara mandiri berbasis digital. Melalui program ini pendidik dapat menilai dan mengembangkan kompetensi yang guru atau pendidik miliki saat ini, sehingga guru dapat menjadi pendidik profesional dalam menjalankan tugasnya.
Fakta terbaru pada laman guru belajar dan berbagi, data tertanggal 6 Juni 2021di https://gurubelajardanberbagi.kemdikbud.go.id/ tertulis total jumlah pengguna adalah 1.077.414. Sedangkan jumlah peserta seri PAUD pada laman guru belajar dan berbagi sejumlah 5.662 peserta. Maka dapat kita katakan masih banyak pendidik yang belum memanfaatkan program guru belajar dan berbagi ini. Perlu adanya upaya organisasi-organisasi profesi seperti IGTKI, IGRA, HIMPAUDI ataupun organisasi-organisasi profesi lainnya yang menaungi para pendidik untuk ikut memberikan motivasi bagi pendidik yang masih memiliki pemikiran-pemikiran sederhana. Pemikiran yang hanya sekedar mengajar apa adanya (mengikuti alur) tanpa adanya kemauan untuk mengembangkan diri dalam meningkatkan kompetensinya.
Pendidik yang berkualitas akan menghasilkan pendidikan yang bermutu. Kurikulum yang tersusun, baik kurikulum nasional maupun kurikulum satuan PAUD sebagai dasar atau pegangan pendidik dalam menjalankan proses pembelajaran pun akan mencerminkan keunikan lembaga dengan tujuan pembelajaran yang benar-benar dapat diimplementasikan kepada peserta didik.
Kurikulum dan kompetensi pendidik saling berkaitan untuk menciptakan proses pembelajaran yang humanis bagi anak usia dini, sehingga meskipun dalam masa pandemi, pembelajaran bagi anak usia dini tetap memberikan stimulasi terbaiknya untuk mengembangkan potensi anak. Bukan hanya bagaimana kita memahami isi kurikulum, tuntutan kebutuhan masyarakat akan keluaran dari pendidikan dan kompetensi pendidik dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, tetapi mindset atau cara pandang pendidik serta ‘jiwa’ mendidik harus selalu kita tumbuhkan dalam diri sebelum kita mengabdi sebagai pendidik yang berkompeten.***AS