SAMOSIR (kontroversinews.com) – Reformasi birokrasi merupakan arah tindakan perubahan pembaruan yang berdimensi pada restrukturisasi, revitalisasi dan refungsionalisasi.
Pernyataan Johannes P Sitanggang, Ketua Umum Forum Komunikasi Keluarga Samosir (FOKKSA) kepada wartawan, Rabu (16/6/2021), menyusul wacana perubahan perangkat daerah pascanota pengantar Bupati Samosir atas Ranperda, Pertanggungjawaban, RPJMD dan Perubahan tentang perangkat Daerah, Senin pecan lalu di gedung DPRD Samosir.
Menurutnya, Pemkab harus lebih dahulu menyampaikan alasan perubahan perangkat daerah. “Setidaknya ada tiga hal yang menjadi pertimbangan dalam melakukan reformasi pemerintahan kabupaten, adalah struktur organisasi dan administrasi pemerintah daerah yang ada saat ini dipandang tidak lagi efektif dalam mengemban misinya,” kata Johannes.
Dia menilai, rendahnya kinerja aparatur pemerintah daerah dan image masyarakat tentang organisasi pemerintah kian buruk. “Ada kecenderungan membentuk organisasi perangkat daerah terlalu besar dan kurang didasarkan pada kebutuhan nyata,” kata Johannes.
Menurutnya, pengambilan keputusan dalam penataan kelembagaan seringkali cenderung lebih bernuansa politik dari pada pertimbangan rasional objektif, efisiensi dan efektivitas.
Hematnya, pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 dipandang tidak sesuai dengan keadaan dan perkembangan penataan pemerintah daerah sehingga perlu disempurnakan.
Johannes mengatakan, dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah, peraturan pemerintah ini juga sudah mengalami penyempurnaan dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah.
Dia menyarankan, sebelum melakukan perombakan perangkat daerah, sebaiknya langkah awal mendesak dilakukan adalah melalui Penelitian. “Hasil penelitian tersebut dapat dijadikan sebagai alasan perlunya perombakan, penyatuan Dinas atau Badan, bahkan penghapusan Dinas atau Badan,” ujarnya.
Kesalahan dalam melakukan inventarisasi dan identifikasi kebutuhan, kemampuan
daerah, serta keahlian aparatur, menurut Johannes Sitanggang, akan mempengaruhi pola pembentukan dan penyusunan struktur organisasi.
Perlu menjadi perhatian, tambahnya, perubahan perangkat daerah, penghapusan atau penggabungan Dinas atau Badan yang semula dimaksudkan untuk mengoptimalkan kinerja aparatur dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, pada kenyatannya justru cenderung terfokus pada kebutuhan distribusi jabatan tanpa mempertimbangkan latar belakang pendidikan, serta spesifikasi keahlian aparat yang penerima jabatan.
Dikatakan, FOKKSA akan siap mendampingi Pemerintah Kabupaten Samosir untuk bersama melakukan Riset.
“Penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dilakukan oleh kepala daerah dan DPRD dibantu oleh perangkat daerah, yang terdiri dari unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi. Hal ini disusun dalam lembaga sekretariat, unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah,” katanya.
Pada bagian lain, secara terpisah Alexius Turnip Sekretaris Partai Garuda Sumatera Utara melihat potensi munculnya masalah yang timbul juga berkaitan dengan urusan pemerintahan.
Alexius mencontohkan adanya urusan yang mestinya terpisah justru malah disatukan. Di sisi lain jumlah jabatan yang berubah yang harus berdampak pada karir pegawai. “Semisal, yang semula eselon II terpaksa harus turun menjadi eselon III,” ungkap Alexius.
Pada awal tahun 2017, ungkap Alexius, pemerintah pusat kembali merombak organisasi perangkat daerah dengan pemberlakuan efektif Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah. Setiap daerah di Indonesia diwajibkan untuk menyusun ulang SKPD bersama DPRD dengan membentuk peraturan daerah tentang organisasi perangkat daerah.***AS