JAKARTA (Kontroversinews.com) – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai langkah yang diambil pemerintah melalui pelabelan menetapkan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua ke dalam Daftar Terduga Teroris sejatinya menunjukkan kegagapan dan kebuntuan ide pemerintah dalam upaya penyelesaian konflik Papua.
“Alih-alih menghentikan kekerasan seperti yang dibutuhkan oleh masyarakat Papua, pemerintah justru mencari jalan pintas dengan melegitimasi kekerasan yang selama ini dilakukan. Kami menilai, kebijakan pelabelan ini memiliki banyak permasalahan dan justru akan semakin memperburuk kondisi konflik di Papua,” kata Koalisi Masyarakat Sipil dalam keterangannya, Kamis (6/5).
Menurut Koalisi Masyarakat Sipil, pelabelan KKB sebagai teroris bisa menimbulkan masalah, salah satunya karena terminologi teroris sarat dengan muatan politik dan rawan disalahgunakan maka harus digunakan secara hati-hati.
“Belajar dari yang terjadi saat Konflik Aceh pada masa pemerintahan Presiden Megawati, pelabelan yang bertujuan untuk membasmi suatu gerakan yang berakar pada aspirasi etno-nasionalis ternyata hanya membawa dampak destruktif pada masyarakat serta berujung kepada pelanggaran hak asasi manusia. Oleh karena itu, terminologi tersebut harus digunakan dengan sangat hati-hati dan terukur,” ujar Koalisi Masyarakat Sipil.
Pemerintah sejatinya memiliki modal serta pengalaman historis untuk menyelesaikan konflik Papua. Caranya, dengan pendekatan damai dan bermartabat melalui jalan dialog sebagaimana dilakukan dalam penyelesaian Konflik Aceh dan Konflik Poso.
“Pengalaman penyelesaian konflik-konflik tersebut semestinya dapat menjadi pelajaran penting bagi pemerintah untuk penyelesaian Konflik Papua,” katanya.
Koalisi Masyarakat Sipil juga menilai, penyelesaian konflik Papua tidak bersifat top-down, namun berasal dari konsensus bersama. Pemerintah harus mengambil pendekatan yang inklusif serta komprehensif yang dilakukan melalui cara-cara dialog yang damai dan bermartabat, bukan menggunakan pendekatan keamanan yang militeristik.
“Penggunaan pendekatan yang eksesif dan koersif hanya akan memperpanjang daftar pelanggaran HAM di Papua dan semakin mempersulit upaya penyelesaian konflik,” ujarnya
Oleh karena itu, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak pemerintah segera mencabut penetapan KKB sebagai teroris karena hanya akan memperpanjang siklus kekerasan, memperburuk situasi HAM dan kemanusiaan di Papua, serta menghambat upaya penyelesaian Konflik Papua secara damai.
“Selain itu, Presiden juga perlu segera mewujudkan komitmennya secara nyata untuk menyelesaikan persoalan Papua melalui jalan dialog. Kepemimpinan politik Presiden dibutuhkan untuk mendorong rasa saling percaya antara pemerintah dan masyarakat Papua yang sangat penting bagi upaya penyelesaian Konflik Papua secara damai dan bermartabat,” ujarnya.
Mengutip dari Merdeka.com, adapun Koalisi Masyarakat Sipil beranggotakan Imparsial, ELSAM, LBH Pers, ICW, LBH Masyarakat, LBH Jakarta, ICJR, PILNET Indonesia, Centra Initiative, HRWG, Setara Institute, WALHI, PBHI, Public Virtue, Amnesty International Indonesia, Kontras.
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, penetapan tersebut sebagaimana pernyataan yang telah disampaikan oleh Ketua MPR, BIN, Polri, TNI, hingga tokoh masyarakat dan adat Papua itu sendiri.
“Sejalan dengan itu semua, dengan pernyataan-pernyataan mereka itu, maka pemerintah menganggap bahwa organisasi dan orang-orang di Papua yang melakukan kekerasan masif dikategorikan sebagai teroris,” tutur Mahfud dalam konferensi pers di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Kamis (29/4).
Mahfud mengutip ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, disebutkan bahwa teroris adalah siapa pun orang yang merencanakan, menggerakkan, dan mengorganisasikan terorisme.
“Berdasarkan definisi yang dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, maka apa yang dilakukan oleh KKB dan segala organisasinya dan orang-orang yang terafiliasi dengannya adalah tindakan teroris,” jelas dia.
“Untuk itu maka pemerintah sudah meminta kepada Polri, TNI, BIN, dan aparat terkait itu segera melakukan tindakan secara cepat, tegas, dan terukur menurut hukum. Dalam arti jangan sampai menyasar ke masyarakat sipil,” tambah Mahfud.