Banjarmasin | Kontroversinews.- Kabar mengejutkan datang dari balik jeruji besi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kotabaru pada Minggu sore (10/6/2018). Seorang tahanan titipan Kejaksaan Negeri Kotabaru, Muhammad Yusuf, dilaporkan tewas akibat terserang penyakit yang diderita. Yusuf dikenal sosok wartawan mingguan Kemajuan Rakyat.
Jenazah Yusuf dimakamkan pada Senin (11/6) sekitar pukul 10.00 wita. Polisi menjebloskan Yusuf ke penjara karena dugaan menghasut lewat pemberitaan yang merugikan Multi Sarana Agro Mandiri (MSAM), perusahaan perkebunan sawit di Pulau Laut, Kabupaten Kotabaru.
Kepala Polres Kotabaru, Ajun Komisaris Besar Suhasto membenarkan, Muhammad Yusuf meninggal dunia sekitar pukul 16.30 wita. Suhasto tak pernah mendengar pihak keluarga almarhum meminta penangguhan penahanan M Yusuf.
Menurut Suhasto, polisi tidak berwenang menangguhkan penahanan Yusuf karena perkara sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Kotabaru.
”Kalau kabar M Yusuf meninggal kami mendengar informasi itu, sore menjelang acara buka puasa. Polres Kotabaru tak berwenang melakukan penangguhan penahanan, karena tersangka ditangani pihak Kajari Kotabaru,” kata AKBP Suhasto ketika dikonfirmasi banjarhits.id, Minggu malam (10/6).
Ia mempersilakan ke pihak Kejari Kotabaru. “Kami tak ada wewenang soal M Yusuf, apalagi diminta melakukan penangguhan penahanan. Silahkan dikonfirmasi ke Kajari Kotabaru,” katanya.
Informasi yang didapat banjarhits.id, M Yusuf tewas akibat serangan jantung. Wartawan yang sehari-hari bertugas liputan di wilayah Kotabaru itu ditahan atas tuduhan melanggar pasal 45 ayat 3, pasal 27 ayat 3, pasal 28 ayat 2 UU RI Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).
PT Multi Sarana Agro Mandiri (MSAN) melaporkan Yusuf ke Unit Kriminal Khusus Polres Kotabaru sejak Maret 2018. Seperti pernah diberitakan sebelumnya, AKBP Suhasto, mengatakan wartawan Muhammad Yusuf alias MY, sudah berstatus tersangka akibat penulisan berita yang menyudutkan dan cenderung provokasi. MY menuliskan berita soal konflik antara masyarakat dan PT Multi Agro Sarana Mandiri (MSAM).
MSAM merupakan perusahaan perkebunan sawit milik Andi Syamsudin Arsyad (Haji Isam). Sebelum menangkap Yusuf, kata Suhasto, polisi lebih dulu berkonsultasi ke Dewan Pers atas dasar nota kesepahaman Dewan Pers dan Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian.
“Sementara di bawah pengawasan Polres, ditahan di rumah tahanan negara Polres Kotabaru. Sudah resmi tersangka,” kata AKBP Suhasto kepada banjarhits.id, Senin (16/4/2018).
Suhasto mengatakan polisi berwenang menangkap dan memproses pidana terhadap wartawan di luar mekanisme UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Mengutip kesimpulan Dewan Pers, ia mengatakan pemberitaan yang ditulis M Yusuf beritikad buruk, menyudutkan, cenderung provokatif, dan tidak sesuai kaidah jurnalistik.
Selain itu, menurut dia, Yusuf terkesan menghindar ketika pihak pelapor ingin mengklarifikasi pemberitaan. Lantaran di luar mekanisme UU Pers, Suhasto mengatakan Dewan Pers merekomendasikan polisi bisa menjerat M Yusuf memakai UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Anehnya, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Kotabaru, Imam Hanafi, mengatakan tidak mengenal sosok Muhamad Yusuf. Imam juga mengaku tidak mendengar ada penangkapan terhadap wartawan di Kotabaru. “Enggak tahu,” kata Imam.
Suara lantang justru datang dari Ikatan Wartawan Online (IWO) Kalimantan Selatan. Ketua IWO Kalsel, Anang Fadhilah, menyesalkan aksi polisi Kotabaru yang menangkap seorang wartawan bernama M Yusuf. Anang Fadhilah mengecam tindakan kepolisian semacam itu karena memasung kebebasan pers di Kalimantan Selatan.
Anang mendengar polisi menangkap Yusuf setelah menuliskan pemberitaan kisruh PT Multi Sarana Agro Mandiri (MSAM) tanpa keberimbangan. “Ada hak jawab dan koreksi yang tertuang dalam Pasal 5 Undang-Undang Pers. Polisi jangan langsung memidana,” kata Anang Fadhilah.
Menurut Anang, Dewan Pers mesti membantu ketika ada pekerja pers yang bersengketa soal konten pemberitaan, bukan malah dipasung maupun dikriminalisasi. Ia mengatakan Dewan Pers semestinya mengklarifikasi dan konfirmasi ke Pimpinan Redaksi Sinar Pagi Baru, sebelum memberikan putusan atas ulah wartawan MY yang dinilai bermasalah itu.
“Media, baik cetak dan online, wajib dilindungi oleh Dewan pers apapun itu. Namanya saja wartawan, baik itu yang tergabung di PWI, AMSI, AJI, IWO dan lain-lain,” ujar Anang Fadhilah. (Tim banjarhits.id)