JAKARTA (Kontroversinews.com) – di Masa Pandemi ini, UMKM dalam negeri semakin sulit berkembang. UMKM terus berupaya bertahan dan beradaptasi dengan penggunaan teknologi serta menyasar pangsa konsumen baru.
Meski dengan berbagai usaha tersebut, Asosiasi UMKM Indonesia mengklaim, UMKM lebih banyak merugi dibandingkan untung selama pandemi.
“Dengan adanya digital online dapat mempermudah layanan secara efektif dan efisien dalam pemasaran, fiks cash tidak ada tawar menawar, ada promo cash back, dan tidak membawa uang lagi,” kata Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia, M. Ikhsan Ingratubun dalam dalam Webinar Digitalisasi Pembiayaan UMKM dilansir dari suara.com, Senin (20/09/97).
Hal tersebut juga didukung keberadaan sistem paylatter juga menyebabkan perilaku yang boros.
Selain itu, sering pula terjadi perbedaan produk antara foto dengan model dalam pembelajaan model cash on delivery (COD).
Tidak hanya kesesuaian antara gambar iklan dan barang, namun juga terjadi perbedaan harga yang disebabkan kualitas yang tidak sesuai dengan harga.
“Di satu sisi ada ancaman terhadap beberapa mal yang sudah tutup. Di Magelang ada mall yang sudah tutup karena sewa penyewaan space tetap tapi tidak ada kunjungan yang daatang ke mall akhirnya penjualan jatuh dan tutup,” katanya, dikutip dari Warta Ekonomi.
Ia juga menyoroti banyaknya mal yang gulung tikar selama pandemi. Ia memberi contoh yang terjadi di Magelang.
Ikhsan menyebut hal tersebut juga terjadi di mal-mal kota besar lainnya yang disebabkan karena terjadi PHK karena kebijakan pembatasan mobilitas membuat jumlah kunjungan menjadi merosot tajam.
Banyaknya kasus PHK berdampak pada efisiensi operasional dengan memanfaatkan teknologi yang tidak membutuhkan banyak sumber daya manusia. Peningkatan penggunaan teknologi juga membuka peluang terjadi cybercrime.
Terkait hal itu, Ikhsan mengaku pernah dipanggil oleh Menteri Perdagangan untuk membicarakan rencana revisi Permendag No.50 Tahun 2020 yang secara khusus membahas marketplace yang saat ini banyak ditemukan menjual produk impor dengan harga lebih murah dibandingkan produk UMKM dalam negeri yang menyebabkan terancamnya keberadaan UMKM di Indonesia.
“Diharapkan kebijakan pemerintah yang kondusif yang mulai level 4 menjadi 3 menjadi pemicu dan pendorong untuk UMKM bisa bangkit kembali karena intinya iklim usaha dari kebijakan yang sehat dari pemerintah dapat memberikan daya dorong untuk UMKM bangkit,” pungkasnya.