Site icon kontroversinews.com

Rusia Resmikan Teleskop Ruang Angkasa di Dalam Danau Baikal

Danau Baikal, Rusia (foto: Instagram)

Jakarta (Kontroversinews.com) – Ilmuwan Rusia meresmikan salah satu teleskop ruang angkasa bawah laut terbesar di dunia yang terletak di dalam Danau Baikal, Sabtu (13/3).

Teleskop ini akan digunakan untuk mengintip jauh ke dalam alam semesta dari perairan murni Danau Baikal. Teleskop tersebut merupakan hasil kolaborasi ilmuwan dari Republik Ceko, Jerman, Polandia, Rusia, dan Slovakia.

Teleskop bawah danau itu telah dibangun sejak 2015. Tujuan pembangunan teleskop adalah dirancang untuk mengamati neutrino, partikel terkecil yang saat ini diketahui. Neutrino sangat sulit dideteksi dan air adalah media yang efektif untuk melakukannya.

Dijuluki Baikal-GVD, teleskop itu direndam hingga kedalaman 750-1.300 meter dengan jarak sekitar empat kilometer dari pinggir danau.

Ilmuwan Rusia mengatakan teleskop ini menjadi detektor neutrino terbesar di belahan Bumi utara. Mereka menilai Danau Baikal, yang merupakan danau air tawar terbesar di dunia, sangat ideal untuk menampung observatorium terapung.

Observatorium terapung ini terdiri dari string dengan kaca bulat dan modul baja tahan karat yang menyertainya. Modul itu diturunkan dengan hati-hati ke perairan membeku Danau Baikal kemarin.

Sumber : Cnn Indonesia

“Sebuah teleskop neutrino berukuran setengah kilometer kubik terletak tepat di bawah kaki kami,” kata Dmitry Naumov dari Joint Institute for Nuclear Research kepada AFP sambil berdiri di atas permukaan danau yang membeku.

Dalam beberapa tahun teleskop akan diperluas hingga berukuran satu kilometer kubik, kata Naumov.

Teleskop Baikal akan menyaingi Ice Cube, sebuah observatorium neutrino raksasa yang terkubur di bawah es Antartika di stasiun penelitian AS di Kutub Selatan, tambahnya.

Para ilmuwan memilih Danau Baikal sebagai lokasi penempatan teleskop atas sejumlah pertimbangan.

“Tentu saja, Danau Baikal adalah satu-satunya danau tempat Anda dapat menggunakan teleskop neutrino karena kedalamannya,” kata Bair Shoibonov dari Institut Bersama untuk Riset Nuklir kepada AFP.***AS

 

Exit mobile version