LANGKAT Kontroversinews.com– Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara (Sumut) mendalami temuan adanya kerangkeng yang diduga untuk mengurung manusia di rumah Bupati Langkat non aktif .
Menurut polisi, setelah mendatangi kerangkeng dalam rumah bupati tersebut, ditemukan 27 orang di dalamnya.
Hal ini disampaikan Kepala Bidang Humas Polda Sumatera Utara Kombes Pol Hadi Wahyudi dalam acara Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Senin (24/1/2022).
Tim Polda Sumut beserta Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumut dan BNNP Kabupaten Langkat telah mendatangi lokasi tersebut pada Senin sore.
Penyelidikan dilakukan setelah adanya laporan temuan kerangkeng manusia di dalam rumah Bupati Langkat Terbit Rencana Peranginangin saat sang bupati terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Jadi temuan yang kami dapat di lapangan. Bahwa betul ada tempat yang menyerupai penjara, ada jeruji dan sebagainya, dan sore tadi tim yang sudah mendalami di lokasi kediaman bupati Langkat, ada sekitar 27 orang, yang nantinya mau kita dalami sore hari ini,” ungkap Hadi.
Info yang didapat kepolisian dari penjaga, tempat menyerupai penjara tersebut mulai dibangun sekitar 2012.
Menurutnya, inisiatif pembangunan tersebut berasal dari Terbit Rencana Peranginangin sendiri.
Organisasi buruh migran, Migrant Care, Senin (24/1/2022), melaporkan temuan kerangkeng manusia di rumah bupati nonaktif Langkat ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Keberadaan kerangkeng yang diduga untuk mengurung manusia itu terungkap setelah peristiwa OTT terhadap Terbit oleh KPK.
Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah mengatakan, ada tujuh perlakuan kejam dan tidak manusiawi yang diduga merupakan praktik perbudakan modern dan perdagangan manusia yang dipraktikan di sana.
Anis menyatakan, Terbit diduga membangun semacam penjara atau kerangkeng di rumahnya.
Kerangkeng tersebut dipakai untuk menampung para pekerja setelah mereka bekerja.
Selain itu, kata Anis, para pekerja tersebut tidak memiliki akses ke mana pun.
“Keempat, mereka mengalami penyiksaan, dipukul, lebam, dan luka,” kata Anis di kantor Komnas HAM Jakarta, Senin, seperti dikutip Tribunnews.com.
Anis juga menduga para pekerja diberi makan tidak layak yakni hanya dua kali sehari.
Keenam, kata Anis, mereka tidak digaji selama bekerja.
Ketujuh, mereka tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar.