Jakarta | Kontroversinews.-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan memaksimalkan upaya asset recovery atau pemilihan kerugian keuangan negara yang diakibatkan kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Hal ini lantaran korupsi tersebut telah membuat keuangan negara menderita kerugian hingga Rp 4,58 triliun.
“KPK akan memaksimalkan upaya asset recovery agar uang yang dikorupsi dapat kembali kepada masyarakat melalui mekanisme keuangan negara,” kata Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (10/6/2019).
Diketahui, KPK telah menetapkan Sjamsul dan istrinya Itjih Nursalim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI. Penetapan ini merupakan pengembangan dari perkara mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung yang telah dijatuhi hukuman 15 tahun pidana penjara dan denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan oleh Pengadilan Tinggi DKI dalam putusan banding.
Dalam kasus ini, Sjamsul dan Itjih diduga diperkaya atau diuntungkan sebesar Rp 4,58 triliun. Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Sjamsul dan Itjih disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Syarif mengatakan, penggunaan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor sebenarnya telah cukup untuk memulihkan kerugian keuangan negara. Namun, dalam memaksimalkan upaya pemulihan kerugian keuangan negara, KPK membuka kemungkinan menjerat pemegang saham Sjamsul Nursalim dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Diakui Syarif dengan pasal pencucian uang, penelusuran aset Sjamsul dapat dilakukan secara maksimal. Tak hanya aset Sjamsul di Indonesia, tapi juga di luar negeri.
“Pasal 2 dan Pasal 3 kalau proses asset tracing berjalan dengan baik sebenarnya bisa tapi tidak menutup kemungkinan penggunaan dengan TPPU karena itu unit asset tracing berusaha sedemikian rupa bekerja sama dengan otoritas di luar neger semaksimal mungkin karena yang penting di perkara ini asset recovery yang pokok dalam perkara ini,” katanya.
Tak hanya TPPU, KPK bahkan membuka kemungkinan menerapkan tindak pidana korporasi terhadap perusahaan-perusahaan Sjamsul yang diduga terkait dengan korupsi SKL BLBI.
“Pilihan KPK banyak bukan hanya TPPU tapi juga tindak pidana korporasi kami lakukan bahkan ada Perpres yang berhubungan dengan beneficial ownership perusahaan bisa juga kita terapkan dalam kasus ini,” kata Syarif.Untuk itu, KPK mengingatkan Sjamsul dan Itjih koperatif dalam menjalani proses hukum yang menjerat mereka.
“Jadi sekali lagi KPK ingin menyampaikan bahwa pilihan KPK banyak tapi untuk yang pertama ini cukup yang ada sekarang mekanisme Pasal 2 dan Pasal 3 karena itu kami berharap kepada yang bersangkutan kooperatif,” katanya.
Meski telah menetap di Singapura, aset dan bisnis Sjamsul diketahui masih berjalan di Indonesia. Sjamsul memiliki sejumlah bisnis di bidang properti, batubara dan ritel. Salah satunya, PT Gajah Tunggal Tbk. Nama Sjamsul memang tidak tertera sebagai pemilik atau tercantum dalam struktur perusahaan Gajah Tunggal. Namun, kuat dugaan Sjamsul merupakan pemilik produsen ban tersebut.
Nursalim selain itu juga menguasai saham Polychem Indonesia yang sebelumnya bernama GT Petrochem. Sjamsul juga diduga memiliki saham mayoritas di Mitra Adiperkasa, usaha tersebut menaungi sejumlah merk ternama seperti Sogo, Zara, Sport Station, Starbucks, hingga Burger King. Tak hanya itu, Sjamsul juga memiliki saham di Tuan Sing Holding, perusahaan properti yang berbasis di Singapura.
Jubir KPK, Febri Diansyah menambahkan, dengan menggunakan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor memungkinkan untuk memulihkan kerugian negara. Hal ini lantaran terdapat aturan untuk menjatuhkan hukuman uang pengganti terhadap terdakwa korupsi sebesar hasil nilai korupsi yang dinikmatinya.
“Tapi akan dibuktikan di pengadilan nanti tapi sejauh ini kami meyakini SJN (Sjamsul Nursalim) merugikan Rp 4,58 triliun jadi ini masih terus dilakukan,” katanya. ***
Sumber: Suara Pembaruan