Kontroversinews.com – Baby blues, post partum depression, bahkan hingga bunuh diri sering dialami ibu-ibu sekarang. Mengapa?
Pertama, jaman dahulu empati dan kesadaran sosial orang-orang masih sangat tinggi. Jika ada perempuan yang baru saja melahirkan, hampir semua tetangga begitu peduli.
Entah mengirim makanan, entah itu membantu mengurus anak yang lebih besar. Kini, perilaku tersebut sudah sangat jarang terjadi, karena orang cenderung bersikap individualistis.
Kedua, perempuan jaman dulu tidak terlalu dituntut untuk berkarir harus begini dan begitu. Dulu, para lelaki begitu sadar diri bahwa perempuan tidak boleh menjadi tulang punggung.
Lelaki merantau mencari nafkah, perempuan di kampung, diam di rumah. Kebanyakan dari mereka juga bahagia dengan kesederhanaan hidup.
Dari sisi orang tua pun tidak mengintervensi anaknya setelah menikah, sebab prinsip mereka adalah ketika anak perempuan mereka sudah menikah, menjadi seorang istri dan ibu, maka mereka sangat sadar telah melepas anak ke suaminya.
Ketiga, jaman sekarang sikap masyarakat yang cenderung berubah itu kini jadi gampang mem-bully men-jugde tanpa cari tahu kebenarannya.
Perempuan yang fitrahnya baperan apalagi yang sedang hamil dan melahirkan, jelas tidak akan tahan jika terus dirongrong oleh kaum julid.
“Kok gitu sih cara ngurus anaknya, kok anaknya kurus, kok gak dikasih Asi sih, kenapa lahirannya caesar?” dan perkataan dan penilaian menyakitkan lainnya.
Sementara suami jaman sekarang juga belum tentu paham betul peran dan tugas mereka sebagai pemimpin dirumah, sebagai pelindung keluarga yang harus menjadi support system yang utama.
Sebab, ibu mereka dahulu tidak mengerjakan sikap empati dan peduli. Ini persis dengan ibarat Anda sudah belajar sungguh-sungguh selama 3 tahun di sekolah menengah atas, tapi ketika ujian hasilnya tidak memuaskan, lalu dengan mudahnya dikomentari “Masa nilainya jelek, yang rajin dong belajarnya.”
Keempat, system pendidikan yang hanya mementingkan ilmu dan tujuannya hanya untuk duniawi. Menjadikan anak robot dan mesin penghasil uang.
Jaman dulu juga perempuan tamat SD tidak dipermasalahkan. Kini, sarjana pun dianggap tidak laku. Belum lagi masalah ekonomi yang makin mencekik. Kerja dari matahari belum terbit, pulang kondisi sudah malam, sedangkan gaji tidak cukup untuk kebetuhan hidup apalagi gaya hidup.
Masih banyak orang tua yang menganggap kesuksesan anak terletak pada tingginya karir, banykanya harta dan jabatan.
Anak dituntut harus punya rumah dan mobil, kalau tidak, bisa malu. Akhirnya anak pun menjadi stress karena harus mengejar karir, sehingga tidak fokus mengelola rumah tangga, urusan anak diserahkan pada baby sitter. Dengan dalih untuk membahagiakan, membanggakan dan memenuhi keingingan orang tua.
Sebaiknnya kita semua bisa belajar dari permaslahan yang terjadi agar tiadak menjadi ibu yang membuat anak-anak tertekan didekat kita.
Berhentilah untuk mem-bully dan menilai tanpa tahu kebenaranyna, lebih baik bantu dengan memberikan dukungan positif supaya bisa menjadi ibu yang bahagia.****