GARUT (kontroversinews.com) – Kekeringan melanda ribuan warga yang tinggal di Desa Kertajaya, Kecamatan Cibatu, Kabupaten Garut membutuhkan pasokan air bersih.
Sekretaris Desa Kertajaya Wawan Setiawan mengatakan, setidaknya sekitar 6.663 warganya membutuhkan air bersih. Ribuan warga itu tersebar di 13 rukun warga.
Air bersih yang dibutuhkan warga Desa Kertajaya sekitar 13.450 liter per hari.
“Kondisi kekurangan air bersih ini akibat kemarau yang menyebabkan sumur gali dan sumur bor debit airnya berkurang drastis. Untuk bisa mendapat air bersih, warga kami harus berjalan ratusan meter ke sumber air,” kata Wawan, Selasa (3/8).
Wawan mengatakan, kondisi itu sudah dilaporkan kepada Pemerintah Kecamatan Cibatu. Pihaknya masih menunggu langkah yang diambil.
Dalam laporannya, Wawan menuliskan kebutuhan air setiap kampung sekitar 900 hingga 1.250 liter per hari. “Kalau kebutuhan lainnya masih bisa dipenuhi dari air sumur bor yang masih ngeluarin air dengan debit kecil,” katanya.
Dia mengungkapkan RW yang saat ini mengalami krisis air bersih yakni RW 1 Kampung Sindangkerta, RW 3 Kampung Babakan Rancabungur, RW 4 Kampung Kondangsari, RW 5 Kampung Kondang, RW 6 Kampung Pasir Malaka, RW 7 Kampung Naska, RW 8 Kampung Nyalindung, RW 3 Kampung Sumur Kondang, RW 10 Kampung Pangkalsari, RW 11 Kampung Sindangrasa, RW 12 Kampung Nyalindung, RW 14 Kampung Pondok Salam, dan RW 15 Kampung Babakan Panjang.
Sementara itu melansir dari Merdeka.com, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Garut Satriabudi menyebut bahwa kekeringan di wilayah tersebut sebetulnya sudah diprediksi. “Itu mengacu pada catatan BPBD Garut di tahun 2020, di mana wilayah yang rawan kekeringan parah di Kabupaten Garut adalah Kecamatan Cibatu,” sebutnya.
Satriabudi mengaku bahwa pihaknya sudah melayangkan surat ke Pemerintah Kecamatan Cibatu terkait hal tersebut untuk bisa mengambil langkah-langkah. Namun pihaknya belum menerima surat balasan.
Satriabudi menambahkan, berdasarkan hasil kajian Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), puncaknya akan terjadi di bulan Agustus ini. Karena itu, pihaknya tengah melakukan langkah untuk mengantisipasinya.***AS