Site icon kontroversinews.com

Kalimat “Berbuka dengan yang Manis”, Antara Kebiasaan dan Doktrin Iklan

Ilustrasi menu buka puasa yang manis.

JAKARTA (Kontroversinews.com) – Kalimat jargon ‘berbukalah dengan yang manis‘ tentu tak asing lagi di tengah masyarakat Indonesia. Apalagi di bulan Ramadhan seperti saat ini. Bagi beberapa orang, kalimat itu membuat makanan atau minuman manis harus tersedia di meja makan saat berbuka puasa.

Namun, bagaimana mulanya jargon ini muncul hingga melekat di tengah masyarakat Indonesia? Apakah ini merupakan bagian dari budaya Ramadan di Indonesia? Atau, seperti yang banyak disangkakan, hanya keberhasilan doktrinasi iklan sebuah produk?

Sebagian Muslim meyakini bahwa berbuka puasa dengan yang manis merupakan sunah Rasulullah SAW. Padahal, sebenarnya Nabi Muhammad SAW pun tak pernah dengan gamblang mengatakan ‘berbuka dengan yang manis’, melainkan dengan kurma dan air putih.

Lantas dari mana dan bagaimana sebenarnya jargon ini muncul?

Mengutip dari Cnn Indonesia, Faris Budiman Annas sebagai pengamat ilmu komunikasi mengatakan bahwa kemunculan jargon tersebut sudah ada sejak 2006. Jargon berasal dari trik pemasaran sebuah produk teh yang dipasarkan di Indonesia.

Tagline produk tersebut disesuaikan dengan kebiasaan (behaviour) masyarakat Indonesia, menyasar umat Islam yang sedang melaksanakan puasa Ramadan.

Puasa Ramadan dilakukan setiap tahun, begitu pula dengan tagline produk tersebut yang terus mengalami pengulangan hingga melekat di telinga masyarakat Indonesia.

“Kalau kita lihat ‘berbukalah dengan yang manis‘ ini sebetulnya adalah taglinecampaign salah satu brand teh dan tagline ini sudah dieksekusi lebih dari 10 tahun. Saya coba riset, salah satu brand itu sudah menjalani tagline ini dari 2016. Terus diulang-ulang, hingga informasi ini masuk ke memori audiens,” kata Faris saat dihubungi CNNIndonesia.com, belum lama ini.

Secara tidak sadar, informasi yang terus berulang akan terekam dalam memori alam bawah sadar seseorang. Kondisi ini membuat seseorang akan kembali mengingat informasi tersebut jika bertemu dengan pemicunya, misalnya bulan Ramadan. Akibatnya, setiap orang akan mengingat jargon ‘berbukalah dengan yang manis’ saat bulan Ramadan tiba.

“Bisa dikatakan, kebiasaan berbuka puasa menjadi trigger, menjadi penyebab slogan itu kembali terngiang di pikiran seseorang,” ucap Faris.***AS

Exit mobile version