SOREANG | Kontroversinews – Jelang Pilkada Kabupaten Bandung, Bawaslu ungkap Indeks Kerawanan Pemilu Kabupaten Bandung berada di urutan 34 secara nasional dan masuk ke dalam level lima.
Koordinator Divisi Pengawasan dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Kabupaten Bandung, Hedi Ardia, mengungkapkan bahwa terdapat empat dimensi yang menjadi penyebab Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Kabupaten Bandung dan masuk dalam urutan ke 34 secara nasional. Keempat dimensi itu adalah dimensi partisipasi politik, dimensi penyelenggaraan pemilu bebas dan adil, konteks sosial politik dan kontestasi. Masing-masing dimensi itu memiliki indikator.
Pertama, dimensi partisipasi politik, indikatornya adalah rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pilkada Kabupaten Bandung, rendahnya partisipasi peserta pemilu dalam edukasi politik, rendahnya partisipasi partai politik dalam pengusungan calon kepala daerah. Kedua, dimensi penyelenggaraan pemilu bebas dan adil, indikatornya adalah adanya daftar pemilu ganda, adanya rekomendasi bawaslu untuk melakukan PSU, adanya pemilih yang tidak memenuhi syarat, surat suara yang kurang dari ketentuan. Ketiga, dimensi konteks sosial politik, indikatornya yaitu tidak netralnya ASN dan pemberian uang barang dan jasa pada calon tertentu saat masa kampanye.
“Secara umun data IKP diperoleh menggunakan teori data dari lapangan, pada saat pelaksanaan Pilgub 2018 dan Pemilu serentak 2019. Jadi bukan hanya persepsi narasumber tertentu saja, tapi merupakan data hasil yang dikumpulkan dari lapangan dan berasal dari empat narasumber yaitu KPU, Kepolisian, Jurnalis dan Bawaslu,” ungkap Hedi saat wawancara di Kantor Bawaslu Kabupaten Bandung, Senin (2/3).
Adapun manfaat dari adanya IKP ini adalah dalam rangka menguatkan kerangka kebijakan fungsi strategis pengawsan, karena pada dasarnya bawaslu harus melakukan pemetaan pada titik-titik rawan mana saja yang bisa diantisipasi.
“Kalau kita bisa melakukan pemetaan IKP ini, diharapkan pelaksanaan Pilkada Kabupaten Bandung 2020 ini bisa berjalan lancar, dan tidak terjadi hal hal yang tidak diinginkan,” ucap Hedi.
Sementara itu, Kepala Badan Kesbangpol Kabupaten Bandung, Imam Irianto, memaparkan ada beberapa potensi kerawanan dalam Pilkada Kabupaten Bandung 2020, yaitu pertama, aspek penyelenggaraan misalnya netralitas dan independensi dari penyelenggara pilkada rawan dipengaruhi, SDM yang kurang memadai terutama sosialisasi yang kurang ditingkat PPK dan PPS, inkonsisten penyelenggara dalam melaksanakan aturan, kurangnya koordinasi, konflik internal penyelenggara dan DPT yang kurang akurat. Kedua dari aspek pasangan calon, yaitu penggunaan politik identitas yang diusung oleh pasangan calon, penyalahgunaan wewenang untuk mobilisasi ASN utamanya calon petahanan, manufer politik, black campaign melalui media sosial atau selebaran, protes dari paslon yang tidak lolos verifikasi. Ketiga, dari aspek pemilih, meliputi rawan provokasi terhadap para pemilih dan fanatisme pemilih terhadap individu pasangan calon. Keempat, yaitu aspek logistik yang terdiri adanya keterlambatan logistik pemilu, adanya kerusakan logistik pemilu dan gangguan dalam distribusi logistik pemilu.
“Kami diamanatkan oleh Dirjen dan mendagri untuk mengidentifikasi isu-isu strategis yang ada di Pilkada. Penyelenggaraan kegiatan politik yang masuk ke titik paling rawan yaitu saat pasca penetapan. Yang tidak bisa dihindari pada saat pasca penetapan adalah keberpihakan, dimana pada titik itu, diprediksi akan mulai membelah segmen segmen masyarakat,” jelas Imam.
Selain itu, Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Kabupaten Bandung, Agus Hasbi Noor, menuturkan bahwa semua tahapan pelaksanaan pilkada berpotensi rawan. Baik dari sisi adanya pelanggaran administrasi, pelanggaran kode etik mapun juga dari sisi penyelenggara. Kerawanan ini tentunya menjadi konsen semua pihak, karena apabila dari sisi penyelenggaraanya sudah dianggap baik tetapi diluar itu tidak stabil maka tentu akan mempengaruhi penyelenggaraan pemilunya.
“Sebagai penyelenggara pemilu, ada hal-hal yang memang sifatnya bisa ditunaikan oleh kita, dan ada yang diluar kendali kita. Misalnya ada aturan yang ternyata tindakannya diatur, tapi sanksinya tidak ada. Dititik tertentu memang bisa saja tidak tuntas,” jelas. Agus.
Sementara itu Kasat Reskrim Polresta Bandung, AKP Agta Bhuwana Putra, mengatakan bahwa pihaknya akan berkoordinasi secara intensif dengan gakumdu kemudian dengan Pemerintah Kabupaten Bandung serta dengan KPU Kabupaten Bandung.
“Jadi untuk meminimalisir potensi kerawanan yang ada, tentunya kita meraptkan barisan untuk menghadapi potensi tersebut,” pungkas Agta. (Lily Setiadarma)