BEKASI (Kontroversinews.com) – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi siapkan Rp23,7 miliar untuk membangun ribuan jamban di rumah warga Bekasi.
Pembangunan jamban ini merupakan bagian dari program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) yang berkaitan dengan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Setempat (SPALD-S). Rencananya pembangunan jamban akan dimulai pada pertengahan September sehingga manfaatnya akan dirasakan warga.
Kepala Bidang Kawasan Permukiman pada Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kabupaten Bekasi, Yayan Yuliandi mengatakan, ini merupakan bagian dari perubahan perilaku di masyarakat.
“Dan ini bukan pembangunan MCK umum tapi MCK di dalam rumah warga itu sendiri,” katanya di Bekasi pada Sindonews.com, Kamis (2/9/2021).
Pembangunan jamban di dalam rumah warga ini merupakan hasil kajian yang dilakukan pada 2020. Hasilnya, lebih dari 10.000 rumah warga di beberapa kecamatan di Kabupaten Bekasi tidak memiliki jamban. Warga masih mengandalkan jamban ala kadarnya yang biasa dibuat di pinggiran sungai. Jamban biasa didirikan dengan menggunakan kayu dan karung ini disebut helikopter.
Berdasarkan kajian tersebut, kata dia, pembangunan jamban itu kini mulai direalisasikan secara bertahap. Proyeksi pembangunan jembatan ini sampai 2024. Pembangunan jamban di rumah warga bersumber dari dua anggaran. Pertama, DAK Pemerintah Pusat sebesar Rp10.899.000.000.
Pagu itu dialokasikan untuk membangun 1.557 jamban di delapan desa pada tiga kecamatan. Kedua, APBD Kabupaten Bekasi 2021 sebesar Rp12.856.288.380 yang dialokasikan untuk membangun 930 jamban di tujuh desa dan tujuh kecamatan. Kendati masih dalam program yang sama, pembangunan jamban yang bersumber dari DAK dan APBD berbeda.
Pada APBD, setiap jamban dianggarkan Rp13 juta yang terdiri dari bangunan jamban hingga saluran pembuangan dengan menggunakan bio tank. Sedangkan pada DAK, setiap jamban hanya dianggarkan sebesar Rp7 juta yang terdiri dari bangunan jamban tanpa atap.
“Jadi ini harus diperhatikan, kalau pakai APBD jambannya pakai atap, kalau DAK tidak pakai atap,” ucapnya.
“Jadi datanya sudah ada dan bukti kepemilikan tanahnya juga ada. Kemudian pembangunan swakelola dengan kelompok masyarakat sekitar. Warga penerima manfaat dapat mengawasi hasil pembangunannya agar sesuai dengan yang dianggarkan,” tegasnya.***TONY